Hari ini, mungkin hari yang menyakitkan bagi orang yang sakit, apalagi pelanggan setia puskesmas. Bagaimana tidak, tanpa diketahui sebelumnya bigitu sampai dipintu puskesmas baca pengumuman bahwa tidak ada pelayanan poli umum. petugas yang ada pun bilang kalau hari ini semua dokter ada kegiatan di Bontang Lestari. Dengan muka lemah merka berbalik arah, ada yang tetap dipuskesmas menagisa dan memohon agar anaknya yang demam bisa ditolong.
Apa sebenarnya yang terjadi ? kok masyarakat yang tidak tahu apa-apa tidak bisa berobat hari ini? Semoga ada dokter yang baik hati.
Untuk lebih jelasnya silahkan baca berita KaltimPos di akhir artikel ini.
Terlebih dahulu, mari kita tata hati kita, kita luruskan niat dan usaha kita dalam mencari kesembuhan atas sakit yang diberikan Alloh subhanahu wat'ala kepada kita.
Apakah yang pertama kali Kita ingat sesaat tertimpa musibah sakit ? ingat Alloh yang memberi sakit atau langsung ingat dokter, puskesmas, obat atau ...
Sudahkah Kita mengucapkan "ini sakit dari Alloh, Alloh lah yang menyembuhkan" atau langsung menacari kambing hitam ?
Ada baiknya saran yang diberikan salah satu puskesmas di Bontang, begin petikannnya :
"Kepada masyarakat Bontang yang jatuh sakit pada hari ini (27/11) diharapkan bersabar dan berdoa sambil lihat berita di layar kaca. Jika perlu penagann emergensi silahkan dibawa ke UGD (Unid Gawat Darurat) Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat.
Semoga dengan kesabaran warga dan hati tenang Alloh memberikan kesehatan kepada masyarakat Bontang semuanya."
DOKTER KANDUNGAN MOGOK
Selama Satu Hari, Dukungan untuk dr. Ayu
SAMARINDA –
Kriminalisasi dokter dalam kasus dr Dewa Ayu Sasiary Prawani, terus
menuai empati. Terutama dari sesama dokter kandungan. Rabu (27/11),
dokter kandungan di Kaltim akan mogok selama satu hari. Mereka tak akan
melayani pasien kecuali ada yang emergency.
Menurut Ketua
Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Kaltim dr Syafardi
SpOG, kasus ini adalah bentuk dukungan moral pada kasus yang menimpa dr
Ayu. “Pada hari itu kami tidak melayani praktik kecuali untuk
penanganan emergency. Sekali lagi, di luar itu kami tidak layani, di
tempat praktik sekalipun,” tegas Syafardi. Menurutnya, ini tak hanya
terjadi di Kaltim.
Namun serentak secara
nasional karena telah disepakati POGI pusat dan IDI pusat. Langkah ini
diambil, setelah jalur lobi bersama Kementerian Kesehatan, DPR RI, dan
Polri sudah dilakukan. Menurut Syafardi, apa yang dilakukan Ayu
merupakan kasus emergency. “Dokter melakukan life saving, harus segera
dilakukan. Sementara dia (dr Ayu, Red) dinyatakan bersalah karena
ketidaklengkapan administrasi.
Kasus emergency tidak
perlu izin, jelas-jelas untuk penyelamatan. Karena kalau lambat
risikonya besar,” terangnya. Apalagi, kasus emboli pada kelahiran
caesar jarang terjadi. Emboli merupakan cairan ketuban yang menyumbat
suplai darah ke jantung dan paru-paru. Sehingga sirkulasi darah
terhenti dan berujung kematian. Padahal seharusnya cairan ketuban tidak
dapat masuk ke dalam sirkulasi.
Hingga saat ini,
penyebab masuknya cairan ketuban itu masih belum diketahui jelas.
Kejadian ini lantas diberi nama emboli air ketuban (amniotic fluid
embolism). Pria yang juga menjabat direktur Rumah Sakit Islam Samarinda
(RSIS) ini mengatakan, aksi keprihatinan memang akan memberikan
ketidaknyamanan bagi para pasien. “Tapi aksi keprihatinan ini layak
dilakukan, agar semua tahu bahwa kami punya reaksi dari kasus ini,”
ucapnya.
Lagipula, lanjut
dokter senior ini, yang rugi justru dokter karena berkurang
pendapatannya. Seperti diberitakan sebelumnya, penangkapan dr Ayu
memang cukup heboh. Meski kasusnya terjadi pada 2010 silam di Manado,
dia ditangkap di tempat praktiknya di Balikpapan Jumat (8/11).
Bersama dua rekannya
dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian, dr Ayu disebut melakukan
malapraktik terhadap seorang ibu bernama Julia Fransiska Makatey (25),
yang melahirkan caesar. Padahal saat itu ada emboli di jantung bagian
kanan si ibu, sehingga membuat kondisinya terus memburuk dan akhirnya
meninggal. Putusan Pengadilan Negeri Manado pada 15 September 2011
sudah memvonis bebas ketiganya.
Namun upaya keluarga
korban menempuh jalur kasasi ke Mahkamah Agung, membuahkan hasil. MA
memvonis dr Ayu cs 10 bulan penjara. Sidang MA tidak melihat kesaksian
saksi ahli kedokteran, namun melihat beberapa kesalahan seperti tak
adanya prosedur permintaan izin untuk operasi dan tindakan pembiaran
pasien selama 10 jam.
Arie Ibrahim, ketua
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim mengatakan, sampai saat ini semua
dokter sangat menyayangkan kasus kriminalisasi Ayu. Sebab tidak melalui
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEKI). Kematian pasien
dalam penanganan dokter berbeda dengan tindak kriminal murni. Dokter
punya pakem dan kode etik dalam menangani pasien.
Dan sudah disumpah
untuk berusaha menyelamatkan nyawa pasien. “Bahwa dokter melakukan
proses pertolongan bukan untuk mencederai pasien, apalagi membunuh,”
terang Arie. Pada kasus Ayu, yang terjadi adalah komplikasi yang
menyebabkan kondisi sang ibu tak tertolong. Tidak ada kaitannya dengan
pembunuhan. Selain itu, lanjut Arie, harusnya kasus-kasus penanganan
pasien tidak bisa diadili di pengadilan umum.
Sebab, pengadilan
umum tidak mengerti sama sekali tidak tentang kedokteran. Begitu pula
kepolisian. “Terus terang ini akan jadi preseden buruk di Indonesia.
Akan menjadi kontra produktif terhadap pelayanan dokter,” jelasnya.
Arie mengingatkan, ini jadi pelajaran bagi masyarakat, ketika merasa
ada tanda-tanda kesalahan prosedur oleh dokter, maka segera melapor ke
IDI.
“Kalau ada hal-hal
yang aneh, lapor saja. Kami sangat welcome. Kalau ke polisi malah rancu
karena kasus kita kasus medis. Polisi tidak paham apa yang dilakukan
dokter,” ucapnya. Arie menuturkan, apa yang terjadi saat ini justru
semakin rumit. Padahal sudah jelas dalam undang-undang bahwa
kasus-kasus kedokteran bukan kasus kriminal. “Memang masih banyak yang
harus diatur tentang hukum terkait kedokteran.
Misalnya, seperti di
Amerika yang punya pengadilan sendiri untuk kasus seperti ini,”
ucapnya. Lalu apa yang disebut malapraktik? Arie mengatakan, profesi
dokter berbeda dengan profesi yang lain. Semua dilakukan tidak bisa
sembarangan.
Tidak bisa menutup
mata, kasus malapraktik memang ada. Tapi hukumannya tidak ringan.
“Ditutup praktiknya, disuruh sekolah lagi, itu tidak gampang loh.Dapur
tidak berapi lagi, anak, istri, keluarganya dikasih makan apa?” tegas
dokter murah senyum ini.
DUKUNGAN DARI LUAR NEGERI
Kemarin, ratusan
dokter dari perwakilan kabupaten/kota di Kaltim berkumpul di Ruang
Rembulan, Rumah Sakit (RS) Abdul Wahab Syahranie (AWS). Mereka terlihat
sangat prihatin dengan kasus dr Ayu. Apalagi momennya tepat, kemarin
mereka baru saja menghadiri seminar bertajuk Kematian Ibu dan Anak.
Yang notabene berhubungan dengan kasus dr Ayu.
Seminar Kematian Ibu
dan Anak di Ruang Rembulan ini sebenarnya bagian dari Maternal and
Child Health Summer School. Kerja sama bidang kesehatan
Indonesia-Jerman ini dihadiri 11 pakar kesehatan dari Jerman. Juga
perwakilan dari Thailand, Swiss, serta dokter-dokter spesialis
nasional. Mendengar kasus Ayu, rombongan dari luar negeri turut
bersimpati.
“Saya percaya dokter
sudah melakukan sesuai prosedur. Karena memang seluruh dokter di dunia
selalu berusaha yang terbaik untuk pasien,” ujar Uwe Gross, profesor
sekaligus dokter ahli mikrobiologi dari Goetingen University of
Germany, sebelum seminar dimulai. Namun, lanjut Uwe, dia tidak bisa
banyak berkomentar karena tidak tahu detail kasusnya.
Meski begitu, Uwe
khawatir apa yang terjadi pada Ayu mengancam pendidikan dunia
kedokteran. Pasalnya, jika kasus seperti Ayu menjadi kasus kriminal,
banyak pemuda bakal takut menjadi dokter. Karena mereka berpikir
menjadi dokter terlalu berisiko. Uwe percaya, tiap negara punya hukum
sendiri dalam penyelesaian kasusnya. Di Jerman, jika terbukti melakukan
kesalahan secara kriminal, pasti masuk ke penjara.
0 Komentar